Sewaktu kelas dua SD, saya
pernah tertunduk malu dan sedikit dendam pada wali kelas saya saat itu karena
buku latihan Matematika saya dilempar di depan kelas. Kesalahannya terlihat
sepele, saya me-latin-kan angka 0 sebagai kosong. Berkali-kali guru saya sudah
menjelaskan bahwa nol tidak sama dengan kosong,
namun karena otak saya yang bebal dan kebiasaan di rumah mengucapkan kosong, bukan nol, maka, di latihan hari itu saya kembali menuliskan kosong. Hingga hari ini, peristiwa itu masih begitu membekas di pikiran saya dan sebisa mungkin saya tidak menukar-nukar nol dan kosong dan diam-diam berjanji akan mengajarkan perbedaan nol dan kosong kepada anak saya, agar buku tulisnya tidak ternodai debu lantai kelas.
namun karena otak saya yang bebal dan kebiasaan di rumah mengucapkan kosong, bukan nol, maka, di latihan hari itu saya kembali menuliskan kosong. Hingga hari ini, peristiwa itu masih begitu membekas di pikiran saya dan sebisa mungkin saya tidak menukar-nukar nol dan kosong dan diam-diam berjanji akan mengajarkan perbedaan nol dan kosong kepada anak saya, agar buku tulisnya tidak ternodai debu lantai kelas.
Apakah Anda tahu bedanya
nol dan kosong? Jika anda tidak tahu, hampir pasti Anda bukan lulusan jurusan
Matematika dan, kemungkinan, hanya mengingat kenangan bermain kasti selama SD
dan melupakan pelajaran-pelajaran dasarnya.
Kejadian yang mirip
menghebohkan orang-orang yang saya ikuti di media sosial beberapa hari
belakangan:
Skor PISA Math RI terendah di dunia “@arieparikesit: “@almascatie: dear bapak ibu guru, dapat salam dari habibi. pic.twitter.com/eWU0yAomK6”— abdul (@ngabdul)
Saya melihat banyak orang
yang mem-bully guru malang yang memberi nilai 20 untuk PR anak tersebut.
Beberapa alasan yang diungkapkan para pendukung murid tersebut adalah:
- sifat komutatif perkalian, di mana 3 x 4 = 4 x 3 = 12,
- kekejaman guru tersebut dalam memberikan nilai, tanpa memberi poin sedikitpun untuk hasil yang benar,
- gurunya asal coret tanpa memberikan penjelasan.
Guru tersebut saya katakan
malang, karena penilaiannya yang digembar-gemborkan di media dan menjadi bahan
cacian tentang kebrobrokan pengajaran di Indonesia. Namun, jika saya menjadi
guru, sayapun akan memberikan nilai yang sama untuk anak tersebut (dan menulis
surat balasan untuk kakaknya agar menyempatkan diri duduk di pelajaran saya).
Mengapa?
Menurut saya, orang-orang
yang protes kurang mengerti apa yang ingin diajarkan oleh guru tersebut dan,
mungkin, sudah terlalu terbiasa menikmati rumus-rumus singkat dan cepat yang
diajarkan di bimbingan-bimbingan belajar. Selain itu, meski datanya tak cukup
untuk menyimpulkan ini namun izinkan saya mengambil kesimpulan cepat, mereka
juga adalah orang-orang yang sok peduli dengan proses, namun sejatinya hanya
peduli pada hasil.
Maaf kalau saya berlebihan,
perihal pelajaran SD membuat saya sentimentil, karena di masa tersebut saya
benar-benar menikmati proses mempelajari hal-hal baru yang menarik dan belum
saya ketahui.
Dengan hanya berbekal pada
satu gambar kertas tersebut dan tidak mengetahui bagaimana sifat guru, sistem
pendidikan di sekolah, dan kualitas murid, saya tidak ingin membahas terlalu
jauh aspek sosial yang bisa terjadi, seperti misalnya si anak yang jadi minder,
atau guru yang kejam dan tidak becus menjelaskan, atau betapa tidak efektifnya
harus menjelaskan satu-satu di setiap kertas PR murid. Saya hanya ingin meluruskan
bahwa 3 x 4 = 4 x 3 = 12, namun pola penambahan 3 x 4 dan 4 x 3 itu berbeda.
Sebagai seorang yang
pesakitan waktu kecil, saya sering kali melihat label yang tertera di bungkus
obat. 3 x 1 sebelum makan, biasanya demikian. Pernah juga saya melihat obat
dengan label 1 x 3, biasanya di obat tetes mata. Nah, 3 x 1 tentunya berbeda
dengan 1 x 3. Dengan instruksi 3 x 1 berarti kita harus meminum obat tersebut
tiga kali sehari, masing-masing 1 sendok makan/pil/tablet. Sedangkan 1 x 3
berarti obat tersebut diminum hanya satu kali dalam sehari, namun langsung 3
sendok makan/pil/tablet. Berbeda bukan? Saya tidak tahu apa akibatnya jika cara
pakai obatnya salah, tapi tampaknya selama tidak minum Pan*d*l 1 x 20, mungkin
tidak akan terjadi apa-apa dan hanya berkurang efektivitas obatnya.
Hal lain yang mirip dan
sering membuat saya kesusahan hingga saat ini adalah bentuk matriks. Matriks 3
x 4 dan matriks 4 x 3 sama-sama memiliki total 12 komponen, namun bentuknya
berbeda. Matriks 3 x 4 memiliki 3 baris dan 4 kolom, sedangkan matriks 4 x 3 memiliki
bentuk serupa papan tombol hp zaman dulu.


Itu hanya dua contoh yang sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak contoh-contoh lainnya yang
bisa saya bahas, namun silakan gunakan kreativitas dan kecintaan Anda akan
proses belajar untuk menggali lebih dalam.
Jika Anda memiliki adik yang
sedang mempelajari bab ini, mungkin cara guru saya dulu mengajarkan ini bisa
membantu Anda.
3 x 4 = tiga kali empatnya = 4 +
4 + 4.
4 x 3 = empat kali tiganya = 3 +
3 + 3 + 3.
Ya, tak heran kalau skor PISA
matematika Republik Indonesia berada di urutan dua terbawah, hanya beda tipis
dari Peru di posisi buntut.
p.s. Kalau Anda penasaran
bagaimana soal-soal tes PISA, bisa dicoba sampelnya di sini.
Post Comment
Post a Comment