
Tanggal
10 Desember lalu, gue duduk di antara 3.500 orang yang menyaksikan Pandji
membawakan bit-bit komedinya dalam sebuah pagelaran bertajuk Juru Bicara.
Nah
di antara semua yang dia bawakan, yang menurut gue paling berkesan adalah saat
dia membicarakan media. Salah satunya kurang lebih seperti ini:
“Pas gue lagi dengerin khotbah, khatibnya bilang gini, ‘kemarin saya baca berita seorang pemuda membunuh ibunya sendiri, kemarinnya lagi saya baca pemuda yang lain membunuh pacarnya sendiri.’ Ya terus gue mikir, wah bapak khatib kebanyakan baca Pos Kota nih. Ya kalau yang dibaca macam Pos Kota, Lampu Merah, jelaslah kriminal terus setiap hari.”
Kenapa
gue setuju?
Pekerjaan
pertama yang gue dapat setelah dahaga gue akan sekolah usai itu adalah sebagai
awak media di CNN Indonesia. Awak media keren amat ya kayaknya, posisi gue
waktu itu production assistant, bahasa tongkrongannya
kira-kira “kacung-nya kacung media”.
Saat
gue di sana, gue sempat diceburin dalam produksi CNN Indonesia World Now.
Setiap hari, sekali lagi, SETIAP HARI, gue lihat berbagai kegilaan dan
kekacauan dunia. Lo ga bakal nyangka bagaimana melihat kekejian dunia setiap
hari, meski lewat video semata, bisa mengganggu stabilitas hidup lo. Hampir
setiap hari, tim gue ngeberitain apa yang terjadi di Suriah dan berbagai
wilayah konflik lainnya. Hampir setiap hari gue harus melihat video perang dan bullshit-bullshitannya banyak
pemimpin negara.
Baca: A Room Full of
Idiots
Makanya
saat orang-orang di lingkaran Facebook gue bilang, “semua berdoa untuk Paris
(atau sebut negara barat lainnya), tetapi ga ada yang peduli soal apa yang
terjadi di Aleppo atau Palestina”, rasanya gue pengen teriak “HEH KAMPRET! LO
TUH BACA KORAN APA SIH? LO NONTON CHANNEL YANG MANA?! YA KALAU NONTONNYA
INSERT-DAHSYAT-OBSESI SELEBRITI-7 HOAX PALING LAKU SEDUNIA MAH YA GA BAKAL
NEMU!”
Maaf
emosi.
Biasanya
orang-orang yang bilang seperti itu juga hobi banget mengkotak-kotakkan manusia
berdasarkan agamanya. Ga sekedar agama sih, toh yang beda "guru" saja
masih “dibantai” juga sama mereka.
Dan
tentu saja dengan hobi menonton 7 Hoax Paling Laku Sedunia, mereka kerap
menyebarkan hoax dengan semangat, macam buang air besar di pagi hari. Disebar
lalu dilupakan. Menyuburkan lele-lele lugu dan polos yang hidupnya habis hanya
di satu kolam saja.
Maaf
ikut-ikutan nge-judge. Da gimana atuh.
Dan
orang-orang yang jempolnya bergerak lebih cepat dari otaknya itu tampaknya
memang adalah sasaran utama mereka.
Seandainya
Nabi Muhammad hidup di masa sekarang ya, gue rasa dia bakal bilang,
“aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para pengguna Facebook dan anggota grup sebelah di WA.”
Dari
orang-orang yang gue temui di CNN Indonesia juga gue belajar untuk cek-cek-cek,
klarifikasi-klarifikasi-klarifikasi, sabar naikin berita, tahan sampai lo yakin
kalau yang lo beritain itu memang benar. Kadang gue sudah gemas banget, “naikin
lah beritanya, itu semua TV dah nayangin demikian”. Misalnya saja saat
melaporkan berita Eksekusi Mati Jilid III. TV lain telah menaikkan berita
pelaksanaan eksekusi di jam sekian-sekian. Atasan gue memutuskan untuk tidak
menaikkan berita itu karena belum bisa dipastikan. Keputusan yang tepat.
Ya
itulah, lama kelamaan gue benar-benar belajar belum tentu yang disetujui orang
banyak itu adalah kebenaran. Toh sejarah sudah berulang kali membuktikan bahwa
manusia mampu bego bareng-bareng.
Cek.
Cek. Cek.
Gue
ingat saat kejadian Bom Thamrin, CNN Indonesia itu breaking news sampai
lebih dari 24 jam. Lama amat? Ya iseng aja, ngetes kekuatan kru, kata
atasan gue. Rese.
Nah,
di malam harinya saat salah seorang koresponden sedang memberikan laporan
langsung, terdengar suara ledakan. Terlihat semua reporter dari berbagai TV
berlari ke arah suara ledakan. Ya, para reporter yang hasil beritanya kadang
dipelintir sesuai kebutuhan itu banyak yang ga takut mati kayaknya. Apalagi
kalau baca-baca cerita mereka di medan perang. Kembali fokus, begitu terlihat
sebuah truk kuning menyala di layar kaca, gue was-was, “yah, ban pecah ini mah.
Malu lah. Malu.” Benar saja, malam itu suara ledakan datang dari ban truk yang
pecah. Gue lupa siapa koresponden yang bertugas saat itu, tapi seandainya gue
ada di posisi dia, bisa ngakak di tempat gue. Pun agak malu karena sebelumnya
sudah lari-lari panik menduga yang tidak-tidak. Tapi, si koresponden ini tetap
tenang dan menegaskan sumber ledakan. Diulang sampai tiga kali kayaknya ada. Ga
cuma itu, dia pun ngintilin polisi sampai pihak kepolisian pun mengklarifikasi
asal suara ledakan. Setiap dia ngomong “ban truk yang pecah” gue ketawa
dalam hati.
Tapi,
meski lucu, berita itu benar adanya, telah dibuktikan dan dipastikan. Kalau
kaum hoax yang jadi korespondennya, setelah terdengar ledakan mungkin mereka
segera menjauh, cari tempat aman, dan menuliskan berbagai dugaan-dugaan dan
secepat mungkin menyebarkannya. Mungkin ya, mungkin, gue ga tahu. Jangan
disebarin loh!
Nih
ya, hoax yang terlanjur menyebar itu ga akan selesai hanya dengan klarifikasi.
Karena siapa juga yang mau nge-share klarifikasi. Ga asik. Ga seru.
Ga bakal ada yang mau buat program 7 Klarifikasi Paling Laku Sedunia.
Fitnah
adalah pembunuhan. Begitu pun hoax. Dan lo ga bisa menghidupkan kembali yang
sudah mati. Kecuali lo Tuhan. Atau Yesus. Dengan izin Tuhan.
Jadi
sebelum lo ngebunuh orang, cobalah tukar sepatu dengan orang itu dan nikmati
bau kaki kalian bersama. Toh kita ga bisa berlari dari kenyataan bahwa kita
manusia, tempatnya salah dan lupa. *nyanyi
Gitu
aja sih.
Selamat
ulang tahun pertama CNN Indonesia. Terima kasih atas segala kesempatan.
CNN
Indonesia. News We Can Trust.
Insya
Allah.
Post Comment
Post a Comment